Diterbitkan pada: 2025-10-30
Federal Reserve (The Fed) memutuskan untuk memotong suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin ke kisaran 3,75 %–4,00 % pada pertemuan Oktober 2025. Langkah ini merupakan pemangkasan kedua di tahun ini, menandakan pergeseran fokus bank sentral AS dari pengendalian inflasi menuju upaya menstabilkan pasar tenaga kerja yang mulai melemah.
Data inflasi terbaru menunjukkan tingkat harga konsumen tahunan di AS turun menjadi sekitar 3,0 %, sementara inflasi inti juga berada di level yang sama. Namun, krisis politik dan shutdown pemerintah federal membuat publikasi data resmi tertunda, sehingga memperbesar ketidakpastian bagi pengambil kebijakan.
Di balik keputusan tersebut, muncul perbedaan pandangan di antara pejabat The Fed. Sebagian mendukung pelonggaran yang lebih cepat untuk mencegah perlambatan ekonomi, sementara yang lain khawatir langkah agresif dapat membangkitkan kembali tekanan inflasi. Ketua The Fed Jerome Powell menegaskan bahwa pemangkasan lebih lanjut tidak akan terjadi secara otomatis, meskipun pasar memperkirakan ada peluang pemangkasan lagi pada Desember mendatang.
Keputusan ini segera memicu reaksi beragam di pasar. Imbal hasil obligasi pemerintah AS turun, sementara indeks saham utama bergerak fluktuatif. Dolar AS sempat melemah, mencerminkan ekspektasi bahwa kebijakan moneter yang lebih longgar akan menekan nilai tukar. Situasi ini turut memengaruhi harga komoditas, terutama emas yang dikenal sebagai aset lindung nilai terhadap ketidakpastian ekonomi.
Harga emas (XAU/USD) sempat anjlok ke posisi terendah tiga minggu, menembus area di bawah US$ 3.900 per ons, setelah meningkatnya optimisme terhadap hubungan dagang AS–Tiongkok dan perbaikan sentimen pasar global. Kondisi “risk-on” ini menurunkan permintaan terhadap aset safe-haven seperti emas.
Namun, setelah menyentuh titik terendah tersebut, emas menguat kembali sekitar 1,5 %, menutup perdagangan di kisaran US$ 3.960–4.020 per ons. Penguatan ini didorong oleh melemahnya dolar AS akibat ekspektasi bahwa suku bunga yang lebih rendah akan menekan imbal hasil obligasi dan meningkatkan daya tarik emas.
Secara teknikal, area US$ 3.900 per ons menjadi titik support penting yang berhasil menahan penurunan lebih lanjut. Data positioning menunjukkan sekitar 75 % trader di OANDA masih berada dalam posisi net-long, menandakan kepercayaan bahwa tren jangka menengah emas masih positif, meskipun volatilitas jangka pendek tetap tinggi.
Secara historis, suku bunga rendah membuat emas lebih menarik karena tidak memberikan bunga, sehingga biaya peluang menahannya menjadi lebih kecil. Setiap kali The Fed menurunkan suku bunga, harga emas cenderung mendapatkan dukungan tambahan.
Meski demikian, pelonggaran moneter juga mencerminkan kekhawatiran terhadap kondisi ekonomi yang melemah. Jika pasar menilai langkah Fed sebagai tanda risiko resesi, maka minat terhadap emas bisa meningkat signifikan karena investor mencari aset aman.
Di sisi lain, apabila pelonggaran suku bunga berhasil memulihkan kepercayaan dan memicu euforia pasar, permintaan terhadap emas bisa justru menurun. Saat ini, harga emas berada di persimpangan antara dukungan kebijakan longgar dan tekanan dari meningkatnya selera risiko di pasar global.
Perhatian investor kini tertuju pada kemungkinan pemangkasan suku bunga lanjutan di Desember 2025. Jika The Fed kembali memangkas, emas berpotensi menembus level US$ 4.100 per ons. Sebaliknya, jika Fed menahan diri, pasar bisa melakukan koreksi.
Minimnya data resmi akibat shutdown serta potensi eskalasi geopolitik menjadi faktor tambahan yang dapat mengguncang pasar. Dalam situasi seperti ini, emas kerap kembali menjadi pilihan utama sebagai penyimpan nilai.
Secara teknikal, zona US$ 3.900–4.000 per ons menjadi area pertarungan antara pembeli dan penjual. Penembusan ke atas dapat membuka peluang reli lanjutan, sementara pelemahan di bawah support bisa mempercepat aksi jual.
Keputusan The Fed memangkas suku bunga mencerminkan perubahan arah kebijakan menuju pelonggaran yang hati-hati. Sementara itu, harga emas menunjukkan respons campuran — sempat tertekan akibat optimisme global, tetapi kemudian bangkit karena prospek pelonggaran moneter.
Bagi investor, memahami keseimbangan antara arah kebijakan The Fed, kekuatan dolar AS, dan sentimen risiko global menjadi kunci untuk menentukan strategi investasi emas di sisa tahun 2025.